Halaman

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jumat, 23 Januari 2015

Prinsip Pasar Modal Syari’ah


1. Pengertian Pasar Modal Syariah
Pasar modal secara umum dapat diidentikkan dengan sebuah tempat dimana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (investor) dengan orang yang membutuhkan modal (issuer) untuk mengembangkan investasi. Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, menyebutkan dalam Pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1:
“Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.” 
Sedangkan dalam ayat 3 disebutkan:
“Efek Syariah - efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal - adalah surat berharga yang akad, pengelolaan perusahaannya, maupun cara penerbitannya memenuhi Prinsip-prinsip Syariah.” 

Adapun “efek” menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Bab I Pasal 1 ayat 5 adalah sebagai berikut: 
“Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.”
Pada Bab IV Kriteria dan Jenis Efek Syariah Pasal 4 ayat 1 Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 40/DSN-MUI/X/2003 disebutkan:
“Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah (shukûk), Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.” 
Adapun yang dimaksud dengan “emiten” menurut Fatwa DSN No: 40/DSN-MUI/X/2003 pada Bab I ayat 2 adalah: “Emiten adalah Pihak yang melakukan Penawaran Umum.”

2. Ketentuan Pasar Modal Syariah
Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik dari produk yang menjadi obyek, cara pengolahannya, maupun cara penggunaannya. Oleh karena itu, emiten harus memenuhi prinsip syariah. Pembiayaan dan investasi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah hanya dapat diberikan kepada perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Kegiatan usaha dan perdagangan yang sesuai dengan syariah Islam adalah kegiatan yang tidak berkaitan dengan produk atau jasa yang haram, misalnya makanan yang haram, perjudian, dan tempat hiburan yang tidak sesuai prinsip syariah, serta menghindari cara yang haram seperti riba, gharar, dan maisir. 

Yang dimaksud dengan Prinsip Syariah menurut Fatwa DSN-MUI No: 40/DSN-MUI/X/2003 Bab I Pasal 1 ayat 6:
“Prinsip-prinsip Syariah adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI, baik ditetapkan dalam fatwa ini maupun dalam fatwa terkait lainnya.”

Masih dalam Fatwa yang sama pada Bab II Pasal 2 ayat 2 disebutkan:
“Suatu Efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah dari DSN-MUI.” 

Sumber:
Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Erlangga, 2014)
Selengkapnya.. Share