Halaman

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Minggu, 30 Oktober 2011

بابُ الشِّركَةِ والوَكالَةِ (Terjemah Bab Syirkah dan Wakalah - Subulussalam)

اَلشِّرْكَةُ بِفَتْحِ أَوَّلِهِ وَكَسْرِ الرَّاءِ وَبِكَسْرِهِ مَعَ سُكُوْنِهَا وَهِيَ بِضَمِّ الشِّيْنِ اِسْمٌ لِلشَّيْءِ الْمُشْتَرَكِ وَالشِّرْكَةُ اَلْحَالَةُ الَّتِيْ تَحْدُثُ بِالْإِخْتِيَارِ بَيْنَ اثْنَيْنِ فَصَاعِداً.
وَإِنْ أُرِيْدَ الشِّرْكَةُ بَيْنَ الْوَرَثَةِ فِيْ الْمَالِ الَمَوْرُوْثِ حُذِفَتْ "بِالْاِخْتِيَارِ"
"وَالْوَكَالَةُ" بِفَتْحِ الْوَاوِ وَقَدْ تُكْسَرُ مَصْدَرُ وَكَّلَ مُشَّدَداً بِمَعْنىَ التَّفْوِيْضِ وَالْحِفْظِ وَتُخَفَّفُ فَتَكُوْنُ بِمَعْنىَ التَّفْوِيْضِ، وَهِيَ شَرْعاً إِقَامَةُ الشَّخْصِ غَيْرَهُ مَقَامَ نَفْسِهِ مُطْلَقاً وَمُقَيَّداً.

Kata “اَلشِّرْكَةُ” dibaca fathah huruf awalnya ( ش-nya ) dan bibaca kasroh atau sukun Ra’-nya. Kata “اَلشِّرْكَةُ” jika dibaca dhammah Syin-nya (اَلشُّرْكَةُ) adalah nama bagi sesuatu yang dipersekutukan.َالشِّرْكَةُ berarti situasi yang terjadi antara dua orang atau lebih dengan kemauan sendiri. Jika yang dimaksud adalah syirkah antara ahli waris dalam harta warisan, maka kalimat “dengan kemauan sendiri”nya dihapus.
Kata “الْوَكَالَةُ” dibaca fathah waw-nya, terkadang juga dibaca kasrah waw-nya, adalah bentuk mashdar (kata benda) dari kata وَكَّلَ (wakkala) yang dibaca tasydid, berarti memasrahkan dan menjaga. Jika tanpa tasydid berarti memasrahkan. Wakalah menurut istilah adalah menempatkan orang lain pada posisinya.

عَنْ أَبي هُرَيْرةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قالَ: قالَ رَسُولُ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم: "قَالَ اللَّهُ تَعالى: أَنا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإذا خَانَ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا" رَوَاهُ أبو داوُدَ وَصَحّحَهُ الْحَاكِمُ.
وأَعَلَّهُ ابْنُ الْقَطَّانِ بِالْجَهْلِ بِحَالِ سَعِيْدٍ بْنِ حَيَّانَ وَقَدْ رَوَاهُ عَنْهُ وَلَدُهُ أَبُوْ حَيَّانَ بْنِ سَعِيْدٍ. لَكِنْ ذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي الثِّقَاتِ وَذَكَرَ أَنَّهُ رَوَى عَنْهُ الْحَارِثُ بْنُ شَرِيْدٍ إِلاَّ أَنَهُ أَعَلَّهُ الدَّارُقُطْنِي بِالْإِرْسَالِ فَلَمْ يَذْكُرْ فِيْهِ أَباَ هُرَيْرَةَ وَقَالَ إِنَّهُ الصَّوَابُ.
Dari Abu Hurairah ra. Berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Allah berfirman: Aku adalah orang ketiga dari dua orang yang bersekutu selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati temannya. Jika salah satunya mengkhianati, maka aku keluar dari antara mereka berdua”. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dan di-nyatakan shahih oleh Al-Hakim.
Hadis ini dianggap memiliki ‘illat oleh Ibnu Al-Qathan karena keadaan Sa’id bin Hayyan yang tidak diketahui, namun Ibnu Hibban menyebutkan bahwa Sa’id adalah tsiqah (terpercaya) dan disebutkan bahwa Al-Harits bin Syarid meriwayatkan dari Sa’id, hanya saja Al-Harits bin Syarid ini dinilai memiliki ‘illat oleh Ad-Daruquthni karena hadisnya mursal , yakni tidak menyebut Abu Hurairah dalam hadisnya. Ad-Daruquthni berkata: itulah yang benar.

وَمَعْنَاهُ أَنَّ اللهَ مَعَهُمَا أَيْ فيِ الحِفْظِ وَالرِّعَايَةِ وَالإِمْدَادِ بِمَعُوْنَتِهِمَا فيِ مَالِهِمَا وَإِنْزَالِ الْبَرَكَةِ فيِ تِجَارَتِهِمَا فَإِذَا حَصَلَتْ الْخِيَانَةِ نَزَعَتْ البَرَكَةُ مِنْ مَالِهِمَا وَفِيْهِ حَثٌ عَلَى التَّشَارُكِ مَعَ عَدَمِ الْخِيَانَةِ وَتَحْذِيْرٌ مِنْهُ مَعَهَا.
Artinya, bahwa Allah bersama mereka berdua dalam memelihara, merawat, memberikan pertolongan pada harta mereka, dan menurunkan berkah pada perdagangan mereka. Jika terjadi pengkhianatan, maka keberkahan hartanya akan hilang. Hadis ini memberi dorongan untuk berserikat (bersekutu) dengan tanpa pengkhianatan, juga memberikan pencegahan atas pengkhianatan dalam berserikat.

وَعن السّائِبِ بْنِ يَزِيدَ الْمَخْزُومِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنّهُ كَانَ شَرِيْكَ النّبيِّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَبْلَ الْبِعْثَةِ فَجَاءَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَقَالَ: "مَرْحبَاً بِأَخِيْ وَشَرِيْكِي" رَواهُ أَحْمَدُ وأَبُو دَاوُدَ وابنُ مَاجَهْ.
(وَعن السّائِبِ بْنِ يَزيدَ المخْزُومِيِّ رضيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنّهُ كَانَ شَرِيكَ النّبيِّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم قَبْلَ الْبِعْثَةِ فَجَاءَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَقَالَ: "مَرْحبَاً بِأَخِي وَشَرِيكِي" رَواهُ أَحْمَدُ وأَبُو دَاوُدَ وابنُ مَاجَهْ).
Dari As-Sa’ib bin Yazid Al-Makhzumi ra., bahwa ia adalah teman persekutuan Nabi SAW sebelum bi’tsah (Nabi Muhammad diutus menjadi rasul). Lalu Nabi SAW datang pada hari Fathu Makkah dan berkata: “Selamat datang saudaraku dan teman persekutuanku”. HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibn Majah.

قَالَ ابْنُ عَبْدُ الْبَرِّ: اَلسَّائِبُ بْنُ أَبِي السَّائِبِ مِنَ الْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَمِمَّنْ حَسُنَ إِسُلاَمُهُ وَكاَنَ مِنَ الْمُعَمَّرِيْنَ عَاشَ إِلىَ زَمَنِ مُعَاوِيَةَ وَكَانَ شَرِيْكَ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَلَيهِ وَآلِهِ وَسلَّمَ فيِ أَوَّلِ الإِسْلاَمِ فِي التِّجَارَةِ فَلَمَّا كاَنَ يَوْمُ الْفَتْحِ قَالَ: "مَرْحَباً بِأَخِي وَشَرِيْكِيْ كَانَ لاَ يُمَارِيْ وَلاَ يُدَارِيْ. وَصَحَّحَهُ الحَاكِمُ".
وَلِإِبْنِ مَاجَهٍ: كُنْتَ شَرِيْكِيْ فيِ الجَاهِلِيَّةِ.
Ibnu Abdul Barr berkata: As-Sa’ib bin Abi As-Sa’ib adalah termasuk mu’allaf (yang baru masuk Islam), dan ia sebagian di antara orang yang keislamannya baik. Ia berumur panjang, ia hidup hingga masa Mu’awiyah. As-Sa’ib adalah teman persekutuan Nabi SAW di awal masa Islam dalam perdagangan. Ketika Fathu Makkah Nabi SAW bersabda: “Selamat datang saudara dan teman persekutuanku, ia tidak bertengkar dan tidak pula lembut.” Hadis ini dianggap shahih oleh Al-Hakim.
Dalam riwayat Ibnu Majah: “Engkau adalah teman persekutuanku di masa Jahiliyah.”

وَالحَدِيْثُ دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ الشِّرْكَةَ كَانَتْ ثَابِتَةً قَبْلَ الإِسْلاَمِ ثُمَّ قَرَّرَهَا الشَّارِعُ عَلَى مَا كَانَتْ.

وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعودٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ قالَ: "إِشْتَرَكْتُ أَنَا وَعَمَّارٌ وَسَعْدٌ فِيمَا نُصِيْبُ يَوْمَ بَدْرٍ" الحَدِيثَ، رَوَاهُ النَّسائِيُّ.

  • وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعودٍ رضيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ قالَ: "إشْتَرَكْتُ أَنا وَعَمّارٌ وَسَعْدٌ فيما نُصِيبُ يَوْمَ بَدْرٍ" الحديثَ) تمَاَمُهُ: فَجاءَ سَعْدٌ بِأَسِيْرَيْنِ وَلَمْ أَجِئْ أَنَا وَعَمَّارٌ بِشَيْءٍ 
(رَوَاهُ النَّسائِي)
Hadis ini sebagai dalil bahwa syirkah sudah ada sebelum Islam, kemudian syari’at menetapkannya. Dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: “Aku, ‘Ammar dan Sa’d bersekutu dalam harta yang kami peroleh pada peperangan Badar.” (Al-Hadits).
Lanjutannya: “Lalu Sa’d datang membawa dua tawanan, sedangkan aku dan ‘Ammar datang tidak membawa apapun.”

فِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى صِحَّةِ الشِّرْكَةِ فيِ الْمَكَاسِبِ وَتُسَمَّى شِرْكَةَ الأَبْدَانِ وَحَقِيقَتُهَا أَنْ يُوَكِّلَ كُلٌّ صَاحِبَهُ أَنْ يَـتَقَبَّلَ وَيَعْمَلَ عَنْهُ فيِ قَدْرٍ مَعْلُوْمٍ وَيُعِيْنَانِ الصُّنْعَةَ وَقَدْ ذَهَبَ إِلَى صِحَّتِهَا الهَادَوِيَّةُ وَأَبُو حَنِيْفَةَ.
وَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ إِلىَ عَدَمِ صِحَّتِهَا لِبِنَائِهَا عَلَى الْغَرَرِ إِذْ لاَ يَقْطَعَانِ بِحُصُولِ الرِّبْحِ لِتَجْوِيْزِ تَعَذُّرِ الْعَمَلِ وَبِقَوْلِهِ قَالَ أَبُو ثَوْرٍ وَابْنُ حَزْمٍ.
Hadis ini sebagai dalil atas sahnya syirkah (bersekutu) dalam pekerjaan yang dinamakan dengan “Syirkatul Abdan” (persekutuan tubuh/badan). Realisasi syirkatul abdan adalah: seseorang mewakilkan kepada kawannya untuk menerima dan bekerja atas namanya dengan kadar pekerjaan yang telah diketahui dan mereka saling membantu pekerjaan masing-masing. Al-Hadawiyah dan Abu Hanifah berpendapat bahwa syirkatul abdan adalah sah.
Asy-Syafi’i berpendapat bahwa syirkatul abdan tidak sah karena dibangun atas gharar (samar/tipuan) sehingga tidak bisa dipastikan labanya, karena pekerjaanya tersebut sulit untuk dikerjakan. Abu Tsaur dan Ibnu Hazm berpendapat sama sebagaimana Asy-Syafi'i.

وَقَالَ ابْنُ حَزْمٍ: لاَ تَجُوْزُ الشِّرْكَةُ بِالأَبْدَانِ فيِ شَيْءٍ مِنَ الأَشْياَءِ أَصْلاً فَإِنْ وَقَعَتْ فَهِيَ بَاطِلَةٌ لاَ تَلْزَمُ وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مَا كَسَبَ فَإِنْ اِقْتَسَمَاهُ وَجَبَ أَنْ يَقْضِيَ لَهُ مَا أَخَذَهُ وَإِلاَّ بَدَّلَهُ لِأَنَّهَا شَرْطٌ لَيْسَ فيِ كِتَابِ اللهِ فَهُوَ بَاطِلٌ.
Ibnu Hazm berkata: Syirkah abdan tidak diperbolehkan sama sekali dalam pekerjaan apapun. Jika itu terjadi, maka batal dan tidak tetap, dan bagi yang bekerja memperoleh bagian (sesuai) dari apa yang ia kerjakan. Jika mereka membaginya secara sama besar, maka (bagi yang pekerjaannya kurang) harus meng-qadha pekerjaannya, atau mengganti harta yang ia terima, karena syirkatul abdan adalah syarat yang tidak terdapat dalam Kitab Allah, maka ia bathil.

وَأَمَّا حَدِيْثُ ابْنُ مَسْعُودٍ فَهُوَ مِنْ رِوَايَةِ وَلَدِهِ أَبِي عُـبَيْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللهِ وَهُوَ خَبَرٌ مُنْقَطِعٌ لِأَنَّ أَباَ عُبَيْدَةَ لَمْ يَذْكُرْ عَنْ أَبِيْهِ شَيْئاً فَقَدْ رَوَيْنَاهُ مِنْ طَرِيْقِ وَكِيْعٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَمْرٍو بْنِ مُرَّةَ قَالَ: قُلْتُ لِأَبِيْ عُبَيْدَةَ: أَتَذْكُرُ عَنْ عَبْدِ اللهِ شَيْئاً قَالَ: لاَ. وَلَوْ صَحَّ لَكَانَ حُجَّةً عَلَى مَنْ قَالَ بِصِحَّةِ هَذِهِ الشِّرْكَةِ لِأَنَّهُ أَوَّلُ قَائِلٍ مَعَنَا وَمَعَ سَائِرِ المُسْلِمِينَ إِنَّ هَذِهِ الشِّرْكَةَ لاَ تَجُوْزُ وَإِنَّهُ لاَ يَنْفَرِدُ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ العَسْكَرِ بِمَا يُصِيْبُ دُوْنَ جَمِيْعِ أَهْلِ الْعَسْكَرِ إِلاَّ السَّلبَ لِلْقَاتِلِ عَلَى الخِلاَفِ فَإِنْ فَعَلَ فَهُوَ غُلُوْلٌ مِنْ كَبَائِرِ الذُّنُوْبِ وَلِأَنَّ هَذِهِ الشِّرْكَةَ لَوْ صَحَّ حَدِيْثُهَا فَقَدْ أَبْطَلَهَا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ وَأَنْزَلَ: {قُلِ الأَنْفَالُ لِلَّهِ وَلِلرَّسُوْلِ}١ الآيَةَ، فَأَبْطَلَهَا اللهُ تَعَالىَ وَقَسَّمَهَا هُوَ بَيْنَ المُجَاهِدِيْنَ.
ثُمَّ إِنَّ الحَنَفِيَّةَ لاَ يَجِيْزُوْنَ الشِّرْكَةَ فِي الإِصْطِيَادِ وَلاَيُجِيْزُهَا الماَلِكِيَّةُ فيِ الْعَمَلِ فِي مَكَانَيْنِ فَهَذِهِ الشِّرْكَةُ فيِ الحِدِيْثِ لاَ تَجُوْزُ عِنْدَهُمْ اهـ.
Adapun hadis Ibnu Mas’ud (Abdullah bin Mas’ud) adalah riwayat dari puteranya, Abu ‘Ubaidah bin Abdullah, maka hadis ini tergolong munqathi’, karena Abu Ubaidah tidak pernah menyebutkan riwayat apapun dari ayahnya tersebut. Kami telah meriwayatkannya dari jalur Waqi’ dari Syu’bah dari ‘Amr bin Murrah bahwa ia berkata: “Aku bertanya pada Abu Ubaidah, ‘apakah ada (satu riwayat) yang (pernah) kau sebutkan dari Abdullah?’”, Abu Ubidah menjawab: “Tidak”. Seandainya hadis ini shahih, maka hadis ini bisa menjadi hujjah (dalil) untuk mengalahkan orang yang berpendapat akan sahnya syirkah ini, karena Abu Ubaidah adalah orang pertama -di antara kita dan kaum muslimin- yang berpendapat bahwa syirkah ini tidak sah dan bahwasanya seorang tentara tidak bisa memperoleh harta rampasan perang untuk dirinya sendiri kecuali salb bagi si pembunuh, dengan perbedaan pendapat ulama di dalamnya. Jika hal itu dilakukan, maka itu merupakan kejahatan yang termasuk dosa besar. Dan kalaupun hadis syirkah ini shahih, maka sudah digugurkan oleh Allah melalui firman-Nya:
قُلِ الأَنْفَالُ لِلَّهِ وَلِلرَّسُوْلِ
Artinya: Katakanlah: "Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul ..” (QS. Al-Anfal: 1)
Allah telah menggugurkannya dan membaginya kepada para mujahid (pejuang Islam).
Kemudian Hanafiyah (pengikut mazhab Abu Hanifah) tidak memperbolehkan syirkah dalam berburu, dan Malikiyah (pengikut mazhab Malik bin Anas) tidak memperbolehkan syirkah dalam pekerjaan di dua tempat. Maka syirkah yang terdapat dalam hadis ini, tidak boleh menurut Malikiyah.
هَذَا وَقَدْ قَسَّمَ الْفُقَهَاءُ الشِّرْكَةَ إِلىَ أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ أَطَالُوْا فِيْهَا وَفيِ فُرُوْعِهَا فيِ كُتُبِ الْفُرُوْعِ فَلاَ نُطِيْلُ بِهَا.
قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ: أَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الشِّرْكَةَ الصَّحِيْحَةَ أَنْ يُخْرِجَ كُلُّ وَاحِدٍ مِثْلَ مَا أَخْرَجَ صَاحِبَهُ ثُمَّ يُخْلَطُ ذَلِكَ حَتىَّ لاَ يُتَمَيَّزُ ثُمَّ يَتَصَرَّفَا جَمِيْعاً إِلاَّ أَنْ يُقِيْمَ كُلٌّ مِنْهُمَا الآخَرُ مُقَامَ نَفْسِهِ وَهَذِهِ تُسَمَّى شِرْكَةَ الْعِنَانِ.
وَتَصِحُّ إِنْ أَخْرَجَ أَحَدُهُمَا أَقَلَّ مِنَ الآخَرِ مِنَ الماَلِ وَيَكُونُ الرِّبْحُ وَالخُسْرَانُ عَلَى قَدْرِ مَالِ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا.
Para ahli fiqih membagi syirkah menjadi empat bagian dan mereka menjelaskan syirkah dan cabang-cabangnya ini secara panjang dalam kitab-kitab fiqih. Kita tidak akan memperpanjang pembahasan ini.
Ibnu Batthal berkata: “Ulama sepakat bahwa syirkah yang sah adalah syirkah di mana seseorang mengeluarkan harta sama seperti yang dikeluarkan mitranya lalu harta tersebut dicampur sehingga tidak dapat dibedakan, kemudian mereka semua membelanjakan harta tersebut, namun boleh juga setiap dari mereka menempati posisi mitranya yang lain. Syirkah ini dinamakan syirkah Al-‘Inan.”
وَكَذَلِكَ إِذَا اشْتَرَيَا سِلْعَةً بَيْنَهُمَا عَلَى السَّوَاءِ أَوْ اِبْتَاعَ أَحَدُهُمَا أَكْثَرَ مِنَ الآخَرِ مِنْهُمَا فَالحُكْمُ فيِ ذَلِكَ أَنْ يَأْخُذَ كُلٌّ مِنَ الرِّبْحِ وَالخُسْرَانِ بِمِقْدَارِ مَا أَعْطَى مِنَ الثَّمَنِ.
وَبُرْهَانُ ذَلِكَ أَنَّهُمَا إِذَا خَلَطَا الماَلَيْنِ فَقَدْ صَارَتْ تِلْكَ الجُمْلَةُ مُشَاعَةً بَيْنَهُمَا فَمَا اِبْتَاعَا بِهَا فَمُشَاعٌ بَيْنَهُمَا وَإِذَا كَانَ كَذَلِكَ فَثَمَنُهُ وَرِبْحُهُ وَخُسْرَانُهُ مُشَاعٌ بَيْنَهُمَا وَمِثْلُهُ السِّلْعَةُ الَّتيِ اِشْتَرَيَاهَا فَإِنَّهَا بَدَلٌ مِنَ الثَّمَنِ.
Begitu pula jika mereka membeli barang dengan sama besar, atau salah satu dari mereka membeli barang lebih banyak daripada mitranya, maka hukumnya adalah masing-masing memperoleh laba dan rugi sesuai banyaknya modal yang mereka keluarkan.
Tegasnya, jika mereka berdua mencampur dua harta maka total harta yang terkumpul adalah menjadi milik mereka dan barang yang dibeli dari harta itu juga milik mereka berdua. Jika demikian maka modal, keuntungan, dan kerugian adalah menjadi milik mereka. Begitu pula barang yang dibeli, karena barang tersebut menjadi pengganti dari modal.
وَعَنْ جَابرِ بنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا قالَ: أَرَدْتُ الخُرُوجَ إِلى خَيْبَرَ فَأَتَيْتُ النَّبيَّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ فَقَالَ: "إِذَا أَتَيْتَ وَكِيلِي بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقاً" رَوَاهُ أَبُو داوُدَ وَصَحَّحَهُ.
(وَعَنْ جابرِ بنِ عَبْدِ الله رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا قالَ: أَرَدْتُ الخرُوجَ إلى خْيَبَر فأَتَيْتُ النّبيَّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم فَقَالَ: "إذا أَتَيْتَ وَكِيلِي بِخَيْبَرَ فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقاً". رواهُ أَبو دَاوُدَ وَصحّحَهُ).
تَمَامُ الحَدِيْثِ: فَإِنِ ابْتَغَى مِنْكَ آيَةً فَضَعْ يَدَكَ عَلَى تَرْقُوَتِهِ".
وَفِي الحَدِيْثِ دَلاَلَةٌ عَلَى شَرْعِيَّةِ الْوَكَالَةِ. وَالإِجْمَاعُ عَلَى ذَلِكَ. وَتَعَلُّقُ الأَحْكَامِ بِالوَكِيْلِ.
وَتَمَامُ الحَدِيْثِ فِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى العَمَلِ بِالقَرِيْنَةِ فيِ مَالِ الغَيْرِ وَأَنَّهُ يُصَدِّقُ بِهَا الرَّسُولُ لِقَبْضِ العَيْنِ.
Dari Jabir bin Abdillah r.a berkata: “Aku hendak keluar menuju Khaibar, lalu aku mendatangi Nabi SAW, beliau bersabda: “Jika kau menemui wakilku di Khaibar maka ambillah lima belas wasaq darinya.” Hadis riwayat Abu Dawud dan ia men-shahih-kannya.
Hadis selengkapnya: “Jika ia meminta tanda darimu maka letakkanlah tanganmu di atas tulang selangkanya.”
Di dalam hadis terdapat petunjuk (dalalah) atas disyari’atkannya wakalah, kesepakatan ulama atas hal itu dan berkaitannya beberapa hukum dengan wakil.
Di dalam hadis selengkapnya terdapat petunjuk atas bekerja dengan harta orang lain sebab adanya indikasi (qarinah), dan bahwasanya Rasulullah SAW membenarkan untuk menerima barang.
Share

Related Post | Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentar