Halaman

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Kamis, 15 Desember 2011

HUKUM BERBICARA KETIKA KHUTBAH JUM’AT

Oleh: Muhammad Hamdi, SH.I

A. Landasan
Hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ (رواه مسلم)
Artinya: Bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Jika engkau berkata kepada temanmu ‘diamlah!’ di hari Jum’at, dalam keadaan imam sedang khutbah, maka engkau (shalat Jum’atmu) sia-sia”. (HR. Muslim)


B. Penjelasan Hadis
1. Mufrodat Hadis
a. Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim
قَالَ أَهْل اللُّغَة : يُقَال : لَغَا يَلْغُو كَغَزَا يَغْزُو ، وَيُقَال : لَغِيَ يَلْغَى كَعَمِيَ يَعْمَى ، لُغَتَانِ الْأُولَى أَفْصَح ، وَمَعْنَى ( فَقَدْ لَغَوْت ) أَيْ قُلْت اللَّغْو ، وَهُوَ الْكَلَام الْمَلْغِيّ السَّاقِط الْبَاطِل الْمَرْدُود ، وَقِيلَ : مَعْنَاهُ قُلْت غَيْر الصَّوَاب ، وَقِيلَ : تَكَلَّمْت بِمَا لَا يَنْبَغِي .

Menurut ahli bahasa, kata "laghw" berasal dari derivasi لَغَا- يَلْغُو . Maksud dari “فَقَدْ لَغَوْت” dalam hadis di atas adalah “engkau telah berbicara sia-sia (laghw). Laghw adalah ucapan yang sia-sia, gugur, batal dan ditolak. Dikatakan pula maksudnya ialah “kau berbicara tidak benar”.

b. Fathul Baari li Ibni Rajab
واللغو : هو الكلام الباطل المهدر ، الذي لا فائدة فيه. ومنه : لغو اليمين ، وهو مالا يعبأ به ولا ينعقد.

2. Pemahaman Hadis

Dalam hadis ini, Rasulullah SAW memerintahkan untuk diam dan mendengarkan khutbah. Dan shalat Jum’at dinilainya sia-sia (laghw) bagi orang yang mengucapkan “diamlah!” kepada orang lain saat khutbah Jum’at berlangsung, meskipun ucapan tersebut berupa amar-ma’ruf dan nahi-munkar. Hal demikian menunjukkan bahwa segala bentuk ucapan yang mengalihkan dari mendengarkan khutbah, dikategorikan sebagai laghw. Seseorang hanya diperbolehkan memberi isyarat untuk mendiamkan orang lain.
Tidak ada perbedaan pendapat antara ulama akan kebolehan memberi isyarat, kecuali Thawus[1] , karena isyarat ketika shalat diperbolehkan, terlebih ketika khutbah.
Hukum diam dan mendengarkan khutbah itu sendiri, serta berbicara saat khutbah, terdapat perbedaan pendapat ulama. Pertama, haram hukumnya berbicara saat khutbah. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'i –dalam qaul qadim-nya-, Ahmad (menurut riwayat yang masyhur darinya), Al-Auza’i dan mayoritas ulama. ‘Atha dan Mujahid mengatakan bahwa diam saat khutbah wajib hukumnya. Kedua, hukum berbicara saat khutbah adalah makruh. Ini merupakan pendapat Asy-Syafi'i dalam qaul jadid¬nya dan Ahmad (menurut salah satu riwayat).
Berbicara yang diperbolehkan saat khutbah hanyalah perkataan yang diperbolehkan untuk memutus shalat, seperti mengingatkan orang buta yang akan jatuh ke dalam sumur atau semisalnya.
Ulama sepakat bahwa yang paling utama ketika khutbah adalah diam dan mendengarkannya. Ini lebih utama daripada berzikir dalam hati, membaca Al-Qur’an atau berdo’a.
Adapun menjawab salam (dari pendengar lain) dan mendoakan orang bersin, juga terdapat perbedaan pendapat ulama.
Ulama juga berselisih pendapat jika imam membaca shalawat atas Nabi SAW, apakah ma’mum juga turut membaca shalawat atau tidak? Sebagian mengatakan, ma’mum membaca shalawat dalam hati. Ini adalah pendapat Malik, Abu Yusuf, Ahmad dan Ishaq.
Jika imam membaca surat Al-Ahzab ayat 56 yaitu:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
sebagian Syafi’iyyah (pengikut Asy-Syafi'i) mengatakan boleh bagi ma’mum membaca shalawat dan mengeraskan suaranya. Segolongan lain berpendapat tidak boleh. Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Al-Laits bin Sa’d, Malik (dalam satu riwayat) dan Asy-Syafi'i.
_________________________

[1]Abu Abdirrahman Thawus bin Kaisan Al-Yamani Al-Janadi. Seorang Tabi’in yang menjumpai 50 Sahabat. Wafat di Makkah tahun 111 H.
Share

Related Post | Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentar