Istilah Kitab Kuning (KK) pada mulanya diperkenalkan oleh kalangan luar pesantren sekitar dua dasawarsa yang silam dengan nada merendahkan (pejorative). Dalam pandangan mereka, ia dianggap sebagai kitab yang berkadar rendah, ketinggalan zaman dan menjadi salah satu penyebab terjadinya stagnasi berfikir umat. Pada mulanya sangat menyakitkan memang, tetapi kemudian nama KK diterima sebagai salah satu istilah teknis dalam studi kepesantrenan.
Meskipun sebagian besar kalangan pesantren sudah bisa menerimanya, namun masih terdapat sebagian yang lain yang mempersoalkan istilah KK tersebut. Kelompok yang terakhir ini mengusulkan istilah lain yang lebih appresiatif untuk menyebut KK, misalnya dengan nama kitab klasik, al-kutub al-qadimah.
Dalam Simposium Nasional I "Kitab Kuning dan Lektur Islam" ICMI di Cisarua Bogor, 25-27 Januari 1994, seorang utusan dari salah satu pesantren di Jakarta, KH. Masyhuri Syahid, MA., misalnya, mengusulkan agar simposium ini dapat membuat rekomendasi untuk mengganti istilah KK dengan istilah yang lebih baik.
________
Dikutip dari buku "Membedah Diskursus Pendidikan Islam" oleh DR. Affandi Mochtar, Penerbit Kalimah, Ciputat, Juni 2001, cetakan ke-1, halaman 36.
Meskipun sebagian besar kalangan pesantren sudah bisa menerimanya, namun masih terdapat sebagian yang lain yang mempersoalkan istilah KK tersebut. Kelompok yang terakhir ini mengusulkan istilah lain yang lebih appresiatif untuk menyebut KK, misalnya dengan nama kitab klasik, al-kutub al-qadimah.
Dalam Simposium Nasional I "Kitab Kuning dan Lektur Islam" ICMI di Cisarua Bogor, 25-27 Januari 1994, seorang utusan dari salah satu pesantren di Jakarta, KH. Masyhuri Syahid, MA., misalnya, mengusulkan agar simposium ini dapat membuat rekomendasi untuk mengganti istilah KK dengan istilah yang lebih baik.
________
Dikutip dari buku "Membedah Diskursus Pendidikan Islam" oleh DR. Affandi Mochtar, Penerbit Kalimah, Ciputat, Juni 2001, cetakan ke-1, halaman 36.
0 komentar:
Posting Komentar
Tulis Komentar