Halaman

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Sabtu, 12 November 2011

Keutamaan Menuntut Ilmu

Oleh: Muhammad Hamdi, SH.I

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ رَفَعَ أَهْلَ الْعِلْمِ دَرَجَاتٍ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أَشْرَفِ الْمَخْلُوْقَاتِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِي الْفَضَائِلِ بِمُشَاهَدَةِ التَّنْزيَلاَتِ مِنَ الآيَاتِ.

Ketika Allah menciptakan manusia, yakni Adam, Allah menginformasikan kepada para malaikat bahwa Dia menjadikan Adam sebagai khalifah di bumi. Para malaikat pun “protes” atas keputusan Allah ini dengan argumen bahwa merekalah yang senantiasa mensucikan dan memuji Allah.
Kemudian Allah “menyingkap” hikmah atas terpilihnya Adam sebagai khalifah(1), sebagaimana yang kita pahami dari Surat Al-Baqarah ayat 31 berikut:
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah: 31)

Keutamaan Adam atas malaikat tersebut adalah bahwasanya Allah memberikan pengetahuan nama-nama benda kepada Adam, kemudian mengemukakannya di hadapan malaikat untuk menampakkan keterbatasan pengetahuan malaikat. Sehingga pengetahuan atau ilmu menjadi nilai utama atas terpilihnya manusia –dalam hal ini Adam– sebagai khalifah bumi.

Adapun ilmu itu sendiri merupakan anugerah cahaya yang Allah hujamkan ke hati orang-orang yang Dia kehendaki, yaitu mereka yang mau berusaha mencarinya dengan cara belajar. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
Artinya: “Ilmu hanyalah (diperoleh) dengan belajar.” (HR. Ath-Thabarani)

Karena pentingnya belajar ini, sehingga Rasulullah SAW mewajibkannya atas setiap muslim. Sabda Nabi SAW:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن ماجه)
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)


Melihat kenyataan pada masyarakat sekitar kita, sepertinya keterbelakangan pengetahuan dan pendidikan masih dialami oleh banyak saudara kita yang muslim. Beragam alasan bisa kita dapatkan. Kesulitan ekonomi, mahalnya biaya pendidikan, jauhnya tempat belajar, atau tiadanya tenaga pengajar dan pendidik mungkin menjadi alasan-alasan yang utama. Kita tentu tidak bermaksud menyalahkan siapapun. Namun perlu untuk kita tegaskan kembali kepada semua pihak akan kewajiban menuntut ilmu ini.
Jika seorang penguasa atau pemimpin menyadarinya, diharapkan dengan kekuasaan dan kekuatan yang ia miliki, ia akan memfasilitasi orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya untuk dapat belajar dengan layak. Dan itu adalah kewajibannya. Dan jika seorang rakyat biasa menyadari akan kewajiban dan pentingnya menuntut ilmu, niscaya ia akan berusaha sekuat tenaga untuk mencari jalan keluar dari setiap kendala yang ia hadapi dalam menuntut ilmu.
Tidak semua ilmu atau pengetahuan wajib kita pelajari. Setidaknya, setiap ibadah yang wajib kita lakukan, wajib pula untuk mengetahui cara melakukannya. Seperti shalat dan puasa, maka kita wajib mempelajari caranya. Begitu juga zakat, jika kita termasuk orang yang wajib zakat, maka wajib juga bagi kita mempelajarinya. Dan haji, jika haji adalah kewajiban kita.
Seorang mukmin juga wajib mempelajari segala yang harus ia tinggalkan. Yakni ia harus mengetahui bentuk-bentuk maksiat, sehingga ia tidak terjerumus melakukannya.
Sementara itu, keutamaan ilmu itu sendiri sangat banyak. Ayat Al-Qur’an ataupun hadis Nabi SAW yang menggambarkan keutamaan ilmu juga tidak sedikit. Di antaranya adalah firman Allah SWT:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ (المجادلة : ۱۱)
Artinya: “ … Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)

Salah seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Abbas mengatakan: “pada ulama terdapat derajat di atas orang-orang mukmin setinggi tujuh ratus derajat. Jarak antara setiap dua derajat adalah perjalanan lima ratus tahun.”

Di antara sabda Nabi SAW, seperti yang dikutip Imam Al-Ghazali adalah:
اَلْإِمَانُ عُرْيَانُ وَلِبَاسُهُ التَّقْوَى وَزِيْنَتُهُ الْحَيَاءُ وَثَمْرَتُهُ الْعِلْمُ
Artinya: “Iman itu telanjang, dan pakaiannya adalah takwa, hiasannya adalah rasa malu, dan hasilnya adalah ilmu.”

Jika tubuh kita membutuhkan makanan dan minuman sebagai kekuatannya, maka demikian juga dengan hati kita membutuhkan ilmu dan hikmah sebagai kekuatannya.
Seorang yang tidak memiliki ilmu maka hatinya akan sakit kemudian mati. Namun ia tidak akan merasakannya, karena kesibukan dunia merusak indera batinnya. Ketika hatinya mulai terbuka, ia akan menemui bahwa hatinya telah mati, ketika itu pula ia baru akan menyesalinya.
Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa ilmu lebih baik daripada harta karena ilmu menjaga kita, sedangkan harta dijaga oleh kita. Harta akan berkurang jika di-infaq-kan, sedangkan ilmu bertambah dengan di-infaq-kan. Selain itu, harta bisa dicuri dan kekuasaan bisa dicopot. Sedangkan ilmu tidak bisa dijangkau oleh tangan pencuri dan tidak bisa dicopot oleh penguasa. Sehingga para pemilik ilmu selalu merasa aman, sedangkan pemilik harta dan kekuasaan berada dalam kecemasan akan kehilangan harta atau kekuasaannya.
Ali juga mengatakan bahwa orang yang berilmu lebih utama daripada orang yang puasa dan bangun malam.

Ibnu Abbas berkata: “Nabi Sulaiman bin Daud a.s dihadapkan pada pilihan antara ilmu, harta dan kekuasaan (kerajaan). Lalu beliau memilih ilmu, maka harta dan kerajaan turut diberikan.”
Terkadang orang yang sudah tua merasa malu untuk menuntut ilmu, atau anak-anak kecil menundanya di kemudian hari untuk ia lakukan jika ia sudah besar nanti. Sungguh, ini adalah alasan yang muncul karena kemalasan.
Dikisahkan bahwa ada seorang ahli hikmah melihat orang tua yang senang akan ilmu tetapi ia malu. Maka sang ahli hikmah tersebut menegur: “apakah anda malu seandainya akhir usia anda lebih utama daripada permulaan anda dahulu.”
Khalifah Al-Ma’mun berkata: “Demi Allah, anda meninggal dunia dalam keadaan menuntut ilmu itu lebih utama daripada anda meninggal dunia dalam keadaan menerima kebodohan (dalam diri anda).”
Ja’far As-Shadiq, cucu Rasulullah SAW, memilki murid yang berusia 94 tahun bernama 'Unwan.

Terkadang faktor kesibukan dengan pekerjaan dijadikan dalih oleh sebagian orang untuk tidak menuntut ilmu. Padahal bagaimanapun sibuknya seseorang, ada waktu luang atau masa untuk istirahat bahkan ada hari libur. Karena siapapun yang menggunakan seluruh waktunya hanya untuk bekerja, maka ia termasuk hamba dunia.
Ada juga sejumlah orang yang beranggapan bahwa ilmu itu berat untuk ia pelajari, sehingga ia takut tidak mampu memahami atau menguasainya. Ini adalah anggapan orang-orang yang lemah dan penakut. Karena sekalipun tingkat kecerdasan dan daya ingat manusia itu berbeda, namun jangan pernah putus asa meski hanya untuk meraih sesuatu yang sedikit. Tentu yang sedikit itu lebih baik daripada yang tidak ada sama sekali.
Air dengan kelembutannya mampu melubangi kerasnya batu jika diteteskan secara terus-menerus. Begitu pula ilmu, akan mampu masuk ke dalam hati yang keras sekalipun jika senantiasa dihujamkan. Nabi SAW bersabda:
إنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَطْلُبُ
Artinya: “Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya untuk pencari ilmu, karena ridha terhadap apa yang ia cari.”
Segeralah mencari ilmu sebelum kehilangan kesempatan. Rasulullah SAW bersabda:
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ ، وَرَفْعُهُ ذَهَابُ أَهْلِهِ .فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِي مَتَى يَحْتَاجُ إلَيْهِ أَوْ مَتَى يَحْتَاجُ إلَى مَا عِنْدَهُ
Artinya: Pelajarilah ilmu sebelum ilmu itu diangkat (hilang). Hilangnya ilmu adalah dengan perginya sang pemilik ilmu. Sesungguhnya salah satu dari kalian tidak tahu kapan ia butuh ilmu atau kapan ia butuh terhadap sesuatu yang berada disisinya.

(1)Khalifah secara bahasa berarti pengganti. Menurut Ibnu Mas’ud, dinamakan khalifah karena manusia merupakan pengganti Allah dalam pemberian keputusan (hukum) kepada makhluk-Nya yang mukallaf.
Share

Related Post | Artikel Terkait



0 komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentar